Kemuliaan Abu Bakr Ash Shiddiq
Januari 26, 2012 at 6:00 am by
Muhammad Abduh Tuasikal
Tags: abu bakr, ash shiddiq
Imam Bukhari rahimahullah membuat
bab di dalam Kitab Fadha’il ash-
Shahabah [Fath al-Bari Juz 7 hal. 15]
dengan judul ‘Bab; Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tutuplah
pintu-pintu -di dinding masjid- kecuali
pintu Abu Bakar.” Di dalamnya beliau
menyebutkan sebuah riwayat dari Abu
Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu. Untuk
lebih jelasnya, marilah kita simak
penuturan Imam Bukhari tersebut.
Imam Bukhari berkata:
Abdullah bin Muhammad menuturkan
kepada kami. [Dia berkata]: Abu ‘Amir
menuturkan kepada kami. Dia berkata:
Fulaih menuturkan kepada kami. Dia
berkata: Salim Abu Nazhar menuturkan
kepadaku dari Busr bin Sa’id dari Abu
Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau
berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkhutbah kepada orang-orang (para
sahabat). Beliau mengatakan,
“Sesungguhnya Allah memberikan
tawaran kepada seorang hamba; antara
dunia dengan apa yang ada di sisi-Nya.
Ternyata hamba itu lebih memilih apa
yang ada di sisi Allah.”
Beliau -Abu Sa’id- berkata: “Abu Bakar
pun menangis. Kami merasa heran
karena tangisannya. Tatkala Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitakan ada seorang hamba yang
diberikan tawaran. Ternyata yang
dimaksud hamba yang diberikan
tawaran itu adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Memang, Abu Bakar
adalah orang yang paling berilmu di
antara kami.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
orang yang paling berjasa kepadaku
dengan ikatan persahabatan dan
dukungan hartanya adalah Abu Bakar.
Seandainya aku boleh mengangkat
seorang Khalil -kekasih terdekat- selain
Rabb-ku niscaya akan aku jadikan Abu
Bakar sebagai Khalil-ku. Namun,
cukuplah -antara aku dengan Abu
Bakar- ikatan persaudaraan dan saling
mencintai karena Islam. Dan tidak boleh
ada satu pun pintu yang tersisa di
[dinding] masjid ini kecuali pintu Abu
Bakar.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Shahihnya, di Kitab
Fadha’il ash-Shahabah (lihat Syarh
Nawawi Juz 8 hal. 7-8)
Berikut ini pelajaran-pelajaran yang bisa
dipetik dari hadits di atas. Kami sarikan
dari keterangan al-Hafizh Ibnu Hajar dan
Imam an-Nawawi. Semoga bermanfaat.
Hadits ini mengandung
keistimewaan yang sangat jelas
pada diri Abu Bakar ash-Shiddiq
radhiyallahu’anhu yang tidak
ditandingi oleh siapapun -di antara
para sahabat-. Hal itu disebabkan
beliau berhak mendapat predikat
Khalil -kekasih terdekat- bagi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kalaulah
bukan karena faktor penghalang
yang disebutkan oleh Nabi di atas
(lihat Fath al-Bari [7/17 dan 19])
Abu Bakar radhiyallahu’anhu
mengetahui bahwa seorang hamba
yang diberikan tawaran tersebut
adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Oleh sebab itu beliau pun
menangis karena sedih akan
berpisah dengannya, terputusnya
wahyu, dan akibat lain yang akan
muncul setelahnya (lihat Syarh
Nawawi [8/7])
Hadits ini menunjukkan bahwa
semestinya masjid dijaga agar tidak
menjadi seperti jalan tempat
berlalu-lalangnya manusia kecuali
dalam kondisi darurat yang sangat
penting (lihat Fath al-Bari [7/19])
Para ulama itu memiliki pemahaman
yang bertingkat-tingkat. Setiap
orang yang lebih tinggi
pemahamannya maka ia layak untuk
disebut sebagai a’lam (orang yang
lebih tahu) (lihat Fath al-Bari [7/19])
Hadits ini mengandung motivasi
untuk lebih memilih pahala akhirat
daripada perkara-perkara dunia
(lihat Fath al-Bari [7/19])
Hendaknya seorang berterima kasih
kepada orang lain yang telah
berbuat baik kepadanya dan
menyebutkan keutamaannya (lihat
Fath al-Bari [7/19])
Saudaraku… Kita bisa melihat bersama
bagaimana zuhudnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
dunia. Kecintaan kepada akhirat dan
kerinduan untuk bertemu dengan Allah
jauh lebih beliau utamakan daripada
kesenangan dunia.
Kita juga bisa melihat bersama
bagaimana kedalaman ilmu Abu Bakar
ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu terhadap
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga ilmu itupun terserap dengan
cepat ke dalam hatinya dan membuat air
matanya meleleh. Beliau sangat
menyadari bahwa kehadiran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-
tengah para sahabat laksana lentera
yang menerangi perjalanan hidup
mereka. Nikmat hidayah yang
dicurahkan kepada mereka melalui
bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah di atas segala-galanya.
Kita pun bisa menarik kesimpulan
bahwa dakwah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berjalan dengan
bantuan dan dukungan para
sahabatnya. Beliau -dengan kedudukan
beliau yang sangat agung- tidaklah
berdakwah sendirian. Terbukti
pengakuan beliau terhadap jasa-jasa
Abu Bakar yang sangat besar
kepadanya. Tentu saja yang beliau
maksud bukan semata-mata bantuan
Abu Bakar untuk kepentingan pribadi
beliau, akan tetapi demi kemaslahatan
umat yang itu tak lain adalah dalam
rangka dakwah dan berjihad di jalan
Allah.
Hadits ini juga menunjukkan betapa
agungnya kedudukan Abu Bakar di mata
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
melebihi sahabat-sahabat yang lain.
Sehingga sangat keliru pemahaman
sekte Syi’ah yang menjelek-jelekkan
bahkan sampai mengkafirkan beliau.
Hadits ini pun menggambarkan
keluhuran akhlak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap para
sahabatnya. Bagaimana beliau dengan
tanpa malu-malu mengakui keutamaan
Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Padahal,
kedudukan Abu Bakar tentu saja berada
di bawah kedudukan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Meskipun demikian,
beliau menyebutkan jasanya dan
menyanjungnya di hadapan para
sahabat yang lain.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa
memuji orang di hadapannya
diperbolehkan selama orang tersebut
tidak dikhawatirkan ujub karenanya.
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan
Abu Bakar dari sisi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap memujinya di
hadapannya dan di hadapan para
sahabat yang lain. Hal itu
mengisyaratkan kepada kita bahwa Abu
Bakar bukanlah termasuk kategori
orang yang dikhawatirkan merasa ujub
setelah mendengar pujian tersebut.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa
kecintaan yang terpendam di dalam hati
pasti akan membuahkan pengaruh pada
gerak-gerik fisik manusia. Kecintaan
yang sangat dalam pada diri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
Abu Bakar pun tampak dari ucapan dan
perbuatan beliau. Kalau kita mencintai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
maka konsekuensinya kita pun
mencintai orang yang beliau cintai. Dan
di antara orang yang beliau cintai,
bahkan yang paling beliau cintai adalah
Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Kecintaan
yang berlandaskan Islam dan
persaudaraan seagama. Lantas ajaran
apakah yang justru mengajarkan kita
untuk membenci orang-orang yang
paling dicintai oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, kalau bukan ajaran
kesesatan?!